Sabtu, 07 Februari 2009

Surat Yasin Bag. 2 (Ayat 5-12)

“(Sebagai wahyu) yang diturunkan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang..” (5)

Allah memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya di tempat-tempat seperti ini agar mereka memahami hakikat wahyu yang diturunkan kepada mereka. Dia adalah Mahaperkasa lagi Mahakuat, yang sanggup melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Dia juga Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya, yang melakukan pada mereka apa yang dilakukan-Nya, dan Allah ingin merahmati mereka dalam apa yang dilakukan-Nya.

Sedangkan hikmah diturunkannya wahyu ini adalah untuk memberi peringatan dan penjelasan:

“Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.” (6)

Lalu merupakan perusak hati paling parah, karena hati yang lalai adalah hati yang tidak menjalankan fungsinya, serta berdiam diri tanpa memetik, terpengaruh, dan merespon. Banyak dalil petunjuk yang menghampiri hati, atau hati melewatinya tanpa merasakannya atau memahaminya, tanpa berdenyut atau merespon. Dari sini, peringatan merupakan sesuatu yang paling tepat untuk menerapi kelalaian yang dialami kaum itu. Yaitu kaum yang dalam beberapa generasi tidak diperingatkan oleh seorang pemberi peringatan pun, atau disasarkan oleh seorang pemberi kesadaran pun. Mereka itu adalah keturunan Isma’il, dan tidak ada seorang Rasul pun sesudahnya. Jadi, peringatan terkadang bisa menggugah orang-orang yang lalai dan tenggelam dalam kelalaiannya itu, yang mereka atau bapak-bapak mereka belum pernah didatangi oleh seorang pemberi peringatan pun.

Kemudian al-Qur’an mengungkapkan kesudahan orang-orang yang lalai itu; juga tentang takdir Allah yang turun pada mereka sesuai pengetahuan Allah tentang hati dan urusan mereka: apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi:

“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.” (7)

Allah telah menetapkan urusan mereka, dan takdir Allah telah berlaku pada sebagian besar dari mereka, sesuai pengetahuan Allah tentang hakikat mereka dan watak perasaan mereka. Jadi, mereka itu tidak beriman. Ini adalah nasib akhir bagi kebanyakan dari mereka. Karena jiwa-jiwa mereka tertutup dari hidayah, terkunci untuk melihat dalil-dalil hidayah atau merasakannya.

Di sini, al-Qur’an menggambakan sebuah pemandangan inderawi tentang kondisi kejiwaan. Al-Qur’an menggambarkan seolah-olah mereka itu dibelenggu, dihalangi secara paksa dari melihat, serta disekat dengan berbagai sekat dan penutup. Mata batin mereka ditutup sehingga mereka tidak bisa melihat:

“Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (8-9)

Tangan mereka diikat dengan belenggu pada leher mereka, lalu diletakkan di bawah janggut mereka. Dari sini, kepala mereka ditengadahkan secara paksa. Mereka tidak mampu menatap ke depan! Dari sini, mereka tidak memiliki kebebasan melihat dan mengamati, padahal mereka berada dalam sebuah kejadian yang keras ini! Sampai di sini, mereka dihalangi untuk mendapatkan kebenaran dan hidayah dengan adanya sebuah dinding di depan mereka dan sebuah dinding di belakang mereka. Seandainya ikatan itu dilonggarkan lalu bisa mencoba mengamati, maka pandangan mereka pun tidak jauh akibat adanya dinding-dinding ini! Upaya melihat telah dibuntu bagi mereka, dan pandangan mereka ditutup dengan kesuraman!

Bersamaan dengan kerasnya pemandangan inderawi ini, seseorang benar-benar menjumpai manusia dari jenis ini. Ketika mereka tidak melihat kebenaran yang jelas dan tidak memahaminya, maka terbayang olehnya bahwa ada sebuah penghalang yang kokoh seperti ini antara mereka dan dia. Dan bahwa jika belenggu-belenggu ini tidak ada di tangan, dan jika kepala mereka tidak dipaksa menengadah, maka sesungguhnya jiwa dan mata batin mereka juga demikian. Ia disumpal dengan paksa sehingga tidak melihat hidayah, serta dipalingkan dari kebenaran sejauh-sejauhnya. Ada dinding di sini dan dinding di sana yang menghalanginya dari dalil-dalil hidayah. Begitulah orang-orang yang menghadapi al-Qur’an ini dengan penentangan dan pengikatan semacam demikian, saat al-Qur’an menyampaikan argumen dan membeberkan bukti-bukti nyata. Al-Qur’an itu sendiri merupakan argumen yang memiliki kekuatan yang tidak bisa dibendung seorang pun.

“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.” (10)

Allah telah menetapkan ketetapan-Nya bagi mereka sesuai pengetahua-Nya tentang watak hati mereka yang tidak bisa ditembus oleh iman. Peringatan ini tidak berguna bagi hati yang tidak memiliki kesiapan iman, dijauhkan darinya, dan dihalangi darinya. Karena peringatan tidak menciptakan hati, melainkan hanya menggugah hati yang hidup dan memiliki kesiapan untuk menerima pesan:

“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (11)

Yang dimaksud dengan peringatan di sini adalah al-Qur’an—menurut pendapat yang paling unggul. Orang yang mengikuti al-Qur’an dan takut kepada ar-Rahman padahal ia tidak melihat-Nya..dia inilah yang memetik manfaat dari peringatan. Seolah-olah, hanya dia sajalah yang menjadi sasaran peringatan. Seolah-olah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhususkan peringatan ini untuknya. Meskipun Rasul menyampaikannya secara umum, namun mereka dihalangi untuk menerimanya, sehingga seruan ini hanya terbatas pada orang yang mengikuti peringatan (al-Qur’an) dan takut kepada ar-Rahman dia tidak melihat-Nya. Orang inilah yang berhak mendapatkan kabar gembira setelah ia memetik manfaat dari peringatan: “Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” Ampunan terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukannya tanpa bersikeras, serta pahala yang mulia atas rasa takutnya kepada ar-Rahman padahal ia tidak melihat-Nya, dan sikapnya yang mengikuti peringatan yang diturunkan ar-Rahman. Keduanya saling mengakibatkan satu sama lain. Karena ketika rasa takut kepada Allah telah mengisi hati, maka ia pasti mengikutinya dengan pengamalan perintah Allah dan istiqamah di atas manhaj yang dikehendaki-Nya.

Di sini al-Qur’an menegaskan terjadinya kebangkitan dan kecermatan hisab yang meluputkan sesuatu pun:

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh mahfuzh).” (12)

Dihidupkannya orang-orang mati merupakan salah satu masalah yang menimbulkan perdebatan panjang. Di dalam surat ini al-Qur’an akan membeberkan beberapa perumpamaan yang beragam. Al-Qur’an memperingatkan mereka bahwa setiap amal yang dilakukan tangan mereka dan setiap jejak yang ditinggalkan oleh amal mereka..seluruhnya dicatat dan dihitung. Tidak ada sesuatu pun yang diabaikan dan dilupakan. Allah-lah yang menghidupkan orang-orang mati, dan Dia-lah yang mencatat apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dia-Allah yang menghitung segala sesuatu dan menetapkannya. Jadi, semua ini pasti terjadi menurut cara yang sesuai dengan setiap hal yang diurusi Allah sendiri.

Al-Imam al-Mubin, al-Lauh al-Mahfuzh, dan kata-kata semisalnya merupakan penafsiran yang paling dekat terhadap perbuatan Allah itu. Itulah pengetahuan Allah yang azali lagi qadim. Dan Dia Maha Meliputi segala sesuatu.

Surat Yasin Bag. 1 (ayat 1-4)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Allah bersumpah dengan dua huruf ini: Ya Sin, sebagaimana Allah bersumpah dengan al-Qur’an al-Hakim. Penggabungan antara huruf muqaththa‘ah (yang dibaca secara terpenggal) dengan al-Qur’an al-Hakim ini menguatkan satu sisi penafsiran yang kami pilih mengenai huruf-huruf ini di awal beberapa surat; hubungan antara penyebutan huruf-huruf ini dengan penyebutan al-Qur’an; dan bahwa tanda keberadaan al-Qur’an itu berasal dari sisi Allah—yang bila mereka merenunginya maka al-Qur’an mengembalikan mereka kepadanya—adalah bahwa al-Qur’an ini tersusun dari huruf-huruf yang sama dan dimudahkan bagi mereka ini, tetapi keserasian pemikiran dan ungkapannya berada di atas keserasian yang sanggup mereka bentuk dari huruf-huruf ini.

Saat bersumpah dengan al-Qur’an, Allah menyebutnya dengan “al-Qur’an yang penuh hikmah”.. Hikmah adalah sifat makhluk yang berakal. Ungkapan semacam ini memberikan sifat hidup, bertujuan, dan berkeinginan pada al-Qur’an! Sifat-sifat ini merupakan syarat wajib baginya untuk menjadi al-Hakim (penuh hikmah). Meskipun gambaran ini majazi, namun ia menggambarkan sebuah hakikat dan mendekatkannya kepada akal (supaya mudah dipahami). Karena al-Qur’an ini memang memiliki ruh! Sesungguhnya al-Qur’an itu memiliki sifat-sifat makhluk hidup yang menyayangimu dan kamu menyayanginya ketika hatimu jernih terhadapnya dan ketika ruhmu bening untuk mendengarnya! Anda benar-benar bisa melihat berbagai intisari dan rahasia di dalamnya setiap kali Anda membuka hati Anda dan membersihkan ruh Anda untuknya! Anda benar-benar merindukan sosok dan karakternya, sebagaimana Anda merindukan sosok dan karakter seorang teman, ketika Anda bersahabat dengan al-Qur’an dalam jangka waktu tertentu, menjalin kedekatan dengannya, dan merasakan ketentraman di bawah naungannya! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat senang mendengarkan bacaan al-Qur’an dari orang lain. Beliau juga pernah berdiri beberapa kali di pintu rumah orang lain untuk mendengarkan orang yang membaca al-Qur’an ini di dalamnya, sebagaimana seseorang berdiri dan memasang telinga untuk mendengar kisah hidup kekasihnya!

Al-Qur’an itu penuh hikmah. Ia berbicara kepada setiap orang sesuai kemampuannya, memetik senar yang sensitif di dalam hatinya, berbicara kepadanya secara proporsional, dan berbicara kepadanya dengan hikmah yang bisa memperbaiki keadaannya dan mengarahkannya.

Al-Qur’an itu penuh hikmah. Ia membina dengan hikmah, sesuai dengan manhaj pikiran dan jiwa yang lurus. Yaitu manhaj yang membebaskan seluruh potensi manusia, namun disertai pengarahannya ke arah yang benar dan lurus. Ia juga menetapkan satu sistem kehidupan yang memberi lampu hijau kepada setiap aktivitas manusia dalam batasan-batasan manhaj yang penuh hikmah tersebut.

Allah Subhanah bersumpah dengan Ya dan Sin, dan dengan al-Qur’an al-Hakim, tentang hakikat wahyu dan risalah kepada Rasul Mulia:

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul. (yang berada) di atas jalan yang lurus..” (3-4)

Allah Subhanah tidak butuh sumpah. Tetapi, sumpah dari Allah Jalla Jalaluhu dengan al-Qur’an dan huruf-hurufnya ini mengimplikasikan keagungan dan kebesaran bagi isi sumpah. Karena Allah Subhanah tidak bersumpah kecuali dengan perkara agung yang derajatnya pantas untuk dijadikan sumpah!

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul..” Ungkapan semacam ini memberi ispirasi bahwa diutusnya para Rasul itu merupakan perkara yang telah ditetapkan dan memiliki pendahuluan-pendahuluan yang juga telah ditetapkan. Jadi, bukan pendelegasian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu yang ingin ditetapkan, melainkan Allah hendak menetapkan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah bagian dari para Rasul tersebut. Allah berbicara kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sumpah ini—dan tidak menghadapkannya kepada orang-orang yang ingkar dan mendustakan—dengan maksud menjauhkan sumpah, Rasul, dan risalah dari kedudukannya sebagai obyek perdebatan atau diskusi. Ini tidak lain merupakan berita langsung dari Allah kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul. (yang berada) di atas jalan yang lurus..”

Penjelasan ini merupakan penjelasan tentang watak kerasulan setelah penjelasan tentang hakikat Rasul. Watak risalah ini adalah istiqamah (lurus). Ia berdiri tegak seperti pedang, tidak melengkung, tidak menyimpang, tidak berbelok, dan tidak condong. Kebenaran di dalamnya jelas, tanpa ada kesamaran dan distorsi di dalamnya. Ia tidak condong kepada suatu hawa nafsu, dan serta tidak memihak kepada suatu kepentingan. Orang yang mencarinya bisa menemukannya dengan mudah, detil, dan murni.

Karena sifat lurusnya itu, watak risalah ini menjadi sederhana, tidak kompleks, tidak berlipat, dan tidak berputar-putar. Juga tidak merumitkan berbagai perkara, serta tidak menjerumuskan ke dalam berbagai kepelikan masalah dan persepsi, dan ke dalam bentuk-bentuk dialektika. Ia menyuarakan kebenaran dalam bentuknya yang paling sederhana, paling bersih dari endapan dan campuran, serta paling tidak membutuhkan penjelasan, ungkapan rinci, kata-kata turunan, serta tidak perlu berkuat pada berbagai konsep yang berliku-liku! Siapa saja bisa hidup dengannya dan bersamanya, baik ia manusia nomad (tidak hidup menetap) atau yang hidup menetap, buta huruf atau cerdik pandai, penghuni gubuk atau penghuni istana. Di dalamnya, ia menemukan setiap kebutuhannya dan mendapatkan apa yang membuat hidupnya, aturannya, dan hubungan-hubungannya berjalan secara mudah dan lembut.

Watak risalah ini sejalan dengan fitrah alam semesta, undang-undang wujud, watak setiap benda mati dan makhluk hidup di sekitar manusia. Sehingga, ia tidak berbenturan dengan watak segala sesuatu, serta tidak memaksa manusia untuk berbenturan dengannya. Ia berjalan lurus di atas titiannya, serasi denganya, serta bekerjasama dengan seluruh undang-undang yang mengatur alam semesta ini beserta isinya.

Dari sini, watak risalah ini lurus di atas jalan menuju Allah dan sampai kepada-Nya. Orang yang mengikuti jalan ini tidak perlu takut tersesat sehingga gagal menjumpai Penciptanya, serta tidak perlu melenceng dari jalan menuju kepada-Nya. Karena ia menemuh jalan yang lurus dan sampai di tujuan, serta berkesudahan pada ridha Pencipta Yang Mahaagung.

Al-Qur’an adalah pemandu jalan yang lurus ini. Ketika seseorang berjalan bersamanya, maka ia menemukan watak istiqamah ini di dalam persepsinya terhadap kebenaran, dalam berorientasi kepadanya, di dalam hukum-hukumnya yang tegas tentang berbagai nilai, dan di dalam meletakkan setiap nilai pada tempatnya yang tepat.

ADAKAH JAGAT LAIN?

Allah berfirman, “Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam. Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan di bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Jatsiyah: 36-37)

Para ahli tafsir memiliki banyak pendapat tentang kata ‘alamin yang menunjukkan luasnya pemahaman mereka. Jagat kita (universe) yang kita lihat sangat luas itu merupakan tingkatan yang jarak setengah diameternya adalah 30 miliar perjalanan cahaya. Dengan arti bahwa seandainya kita memulai perjalanan dari titik terjauh yang satu dengan kecepatan 300 ribu km/detik, dan itu adalah kecepatan kosmik terbesar, maka kita membutuhkan 30 milyar tahun untuk sampai ke titik terjauh di sisi lain dari alam semesta ini.

Para ahli astrofisika bertanya-tanya, adakah dunia selain dunia yang kita lihat ini, dan bagaimana dimensi-dimensinya jika ia ada. Kita memang tidak melihatnya, tetapi barangkali ia ada karena kita tidak melihat setiap yang ada. Allah berfirman, “Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia.” (al-Haqqah: 38-40)

Para ahli astrofisika menyatakan bahwa dunia kita barangkali hanya seperti balon yang mengapung di angkasa yang sempurna dimensi-dimensinya.

Apa kata ahli tafsir?

Al-Qurthubi: Para ahli takwil berbeda pendapat mengenai kata ‘alamin. Menurut Qatadah, kata ‘alamin adalah jamak dari kata ‘alam, yaitu setiap maujud selain Allah. Kata ini tidak memiliki arti tunggal, sama seperti kata rahthun (kelompok) dan qaum (golongan). Husain bin Fadhal mengatakan penghuni setiap zaman itu disebut ‘alam. Dan lain-lain.

Wahb bin Munabbih berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki delapan belas ribu jagat, dan dunia hanyalah satu jagat dari sekian banyak jagat tersebut.”

Abu Sa‘id al-Khudri berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki empat puluh ribu jagat, dan dunia dari timur hingga barat adalah satu jagat.”

Muqatil berkata, “Jumlah jagat adalah delapan puluh ribu. Empat puluh ribu jagat di antaranya ada di dalam air, dan empat puluh ribu di antaranya ada di darat.”

Menurut al-Qurthubi, pendapat yang pertama adalah yang paling mendekati kebenaran, karena ia mencakup setiap makhluk dan eksisten. Dalilnya adalah firman Allah, “Firaun bertanya, ‘Siapa Tuhan semesta jagat itu?’ Musa menjawab, ‘Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya.’” (asy-Syu’ara: 23-24) Kata ‘alamin di dalam al-Qur’an sebanyak 60 kali, dan salah satunya mengisyaratkan langit dan bumi.

Di kalangan para ilmuwan hari ini muncul banyak pertanyaan yang membingungkan seputar keberadaan jagat lain di tengah ciptaan yang mahabesar ini. Inti pertanyaan tersebut adalah: apakah ada jagat-alam lain dengan hukum yang berbeda dari hukum yang mengatur jagat kita, dimana cahanya melesat lebih cepat, dan dimana daya gravitasi lebih kuat daripada yang kita kenal?

Banyak ilmuwan meyakini keberadaan jagat lain selain jagat kita. Di antara mereka adalah Max Tugmart, John G. Cramer, Susan Wealze and David Hoytawes. Salah satu model yang diprediksi keberadaannya oleh para ilmuwan adalah kembaran galaksi kita, yang jaraknya dari kita adalah 1028 meter dari kita.

Max Tugmart berpandangan bahwa jagat paralel (parallel universe) bukan sekedar fiksi ilmiah. Bahkan, dunia lain itu tidak lain adalah implementasi langsung dari kajian-kajian kosmologi.

Malkuth antara al-Qur’an dan Sain:

Sangat mengherankan bahwa kata malakut yang disebut beberapa kali di dalam al-Qur’an itu digunakan para ilmuan. Mari kita cermati apa yang ditulus John G. Cramer,

“Gene Wolf menduga bahwa yang disebut dunia ini bukan merupakan satu-satunya jagat, melainkan seperti satu dunia di luar perjalanan waktu. Kita akan membutuhkan kata lain, dan saya mengusulkan kata malkut yang dalam bahasa Kabalist yang berarti jagat. Tetapi, menurutku kata tersebut bukan kata baru, dan sepertinya kasar.”

Seandainya Gene Wolf tahu bahwa kata malkut atau malakut itu adalah kata asli Arab dan disebut di dalam al-Qur’an al-Karim, maka ia pasti tidak menyebutnya “kasar”. Allah berfirman, Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan (malakut) langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Qur'an itu?” (al-A’raf: 185)

Suzanne Willis menyebutkan bahwa jagat-jagat yang paralel itu dimungkinkan terpisah sesuai teori-teori yang terpisah dengan dua jalan. Jalan pertama pada fase huge inflation of the universe (pemekaran besar dunia), dimana satu bagiannya yang kecil berkembang menjadi besar, dan sesudah itu jadilah dunia yang kita kenal saat ini. Dan dimungkinkan bagian-bagian yang lain menempuh jalan yang sama, berkembang, dan membentuk dunia-dunia lain. Sedangkan jalan kedua dan sesuai teori kuantum, dunia-dunia paralel itu berjalinan akibat Quantum Event.

Max Tugmark meneliti teori-teori fisika yang berkaitan dengan jagat-jagat paralel, yang tersusun dalam empat tingkatan jagat, yang memukinkan adanya variasi yang berkelanjutan.

Tingkatan pertama adalah jagat-jagat raya yang tidak diatur dengan fisika dan konstanitas fisika jagat kita, tetapi bisa jadi perkembangan materinya berbeda.

Tingkatan kedua adalah jagat-jagat yang konstanitas-kontanitas fisikanya dan dimensi-dimensi ruang dan waktunya berbeda dari yang ada di jagat kita.

Tingkatan ketiga, setiap kuantum dimungkinkan memunculkan banyak salinan.

Tingkatan keempat memiliki hukum-hukum fisika yang berbeda.

MAKKAH SEBAGAI PUSAT BUMI

Makkah—juga disebut Bakkah—tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan. Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera ini meletus dengan keras dan mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar yang membentuk “bukit”. Dan bukit ini adalah tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.

Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran dari tempat ini. Jadi, ini adalah tempat yang paling tua di dunia.

Adakah hadits yang nabawi yang menunjukkan fakta yang mengejutkan ini? Jawaban adalah ya.

Nabi bersabda, “Ka’bah itu adalah sesistim tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.” Dan ini didukung oleh fakta tersebut.

Menjadi tempat yang pertama diciptakan itu menambah sisi spiritual tempat tersebut. Juga, yang mengatakan nabi yang tempat di dalam dahulu kala dari waktu menyelam di dalam air dan siapa yang mengatakan kepada dia bahwa Ka’bah adalah pemenang pertama yang untuk dibangun atas potongan dari ini tempat seperti yang didukung oleh studi dari basalt mengayun-ayun di Makkah?

Makkah Pusat Bumi

Profesor Hussin Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia.

Untuk tujuan ini, ia menarik suatu peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang.

Setelah dua tahun dari pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi yang berbeda, dan banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, yaitu bahwa Makkah merupakan pusat bumi. Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. (al-Arabi Magazine, edisi 237, Agustus 1978).

Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.

Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah. Studi ilmiah ini dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Bagaimanapun, studi ini diterbitkan di dalam banyak majalah sain di Barat.

Allah berfirman di dalam al-Qur’an al-Karim sebagai berikut:

“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya..” (asy-Syura: 7)

Kata “Ummul Qura” berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam. Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain, sebagaimana dijelaskan pada awal kajian ini. Selain itu, kata “ibu” memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain.

Makkah atau Greenwich

Berdasarkan pertimbangan yang seksama bahwa Makkah berada tengah-tengah bumi sebagaimana yang dikuatkan oleh studi-studi dan gambar-gambar geologi yang dihasilkan satelit, maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade yang lalu. Ada banyak argumentasi ilmiah untuk membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah nol bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut, dan ia tidak melewati Greenwich di Inggris. GMT dipaksakan pada dunia ketika mayoritas negeri di dunia berada di bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah bagi setiap orang untuk mengetahui waktu shalat.

Makkah adalah pusat dari lapisan-lapisan langit

Ada beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini. Allah berfirman, “Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.” (ar-Rahman:33)

Kata "membatasi" di dalam ayat tersebut diungkap dengan kata "aqthar." Ini adalah bentuk jamak dari kata "qutr" yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter.

Dari ayat ini dan dari beberapa hadits dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, maka itu berarti bahwa Makkah adalah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.

Lagi pula, hadits mengatakan bahwa Masjidil Haram di Makkah, di mana Ka'bah itu berada, ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh bumi (maksudnya tujuh lapisan pembentuk bumi)

Nabi bersabda, "Wahai orang-orang Makkah, wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian berada di bawah pertengahan langit.”

Thawaf di sekitar Makkah

Dalam Islam, ketika seseorang thawaf di sekitar Ka’bah, maka ia memulai dari Hajar Aswad, dan gerakannya harus berlawanan dengan arah jarum jam. Hal itu adalah penting mengingat segala sesuatu di alam semesta dari atom hingga galaksi itu bergerak berlawanan dengan arah jarum jam.

Elektron-elektron di dalam atom mengelilingi nukleus secara berlawanan dengan jarum jam. Di dalam tubuh, sitoplasma mengelilingi nukleus suatu sel berlawanan dengan arah jarum jam. Molekul-molekul protein-protein terbentuk dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam. Darah memulai gerakannya dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam. Di dalam kandungan para ibu ,telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Sperma ketika mencapai indung telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Peredaran darah manusia mulai gerakan berlawanan dengan arah jarum jamnya. Perputaran bumi pada porosnya dan di sekeliling matahari secara berlawanan dengan arah jarum jam. Perputaran matahari pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam. Matahari dengan semua sistimnya mengelilingi suatu titik tertentu di dalam galaksi berlawanan dengan arah jarum jam. Galaksi juga berputar pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam.

ADAKAH JARAK ANTARA AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN (1)

Hingga kini, para ilmuwan tidak bisa menebak asal mula kehidupan atau bagaimana kehidupan itu dimulai di muka bumi. Sebagaimana mereka tak mengerti mengapa dan bagaimana manusia memiliki keunikan dengan kemampuannya untuk mengetahui dan berpikir yang merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kita mengenal perbedaan antara kematian dan kehidupan, manusia dan binatang, yang tuli dan yang mendengar, buta dan melihat, bijaksana dan bodoh. Tetapi kita tidak mampu memahami lebih jauh perbedaan-perbedaan tersebut, atau kita tidak mampu mengubah orang mati menjadi hidup, binatang menjadi manusia yang berpikir, yang tuli menjadi mendengar, buta yang buta melihat, dan yang lemah akal menjadi bijaksana.

Di antara ujian terbesar terkait keyakinan terhadap Allah adalah saat kita menghadiri kematian seorang sahabat yang kita sayangi. Kita sama sekali tidak berdaya untuk mengembalikan hidupnya. Saat itu kita melihat Allah, merasakan kekuasaan-Nya dan mengenali keperkasaan dan hikmah-Nya. Dalam situasi seperti inilah kita memahami firman Allah berikut,
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’” (al-Isra’: 85)
Menurut ayat ini, kita dikaruniai pengetahuan terbatas yang memungkinkan kita mengenali Pencipta yang mengaruniai nikmat hidup. Pengetahuan yang terbatas tersebut memungkinkan kita untuk melihat Allah dan memahami keberadaan-Nya. Kemampuan-kemampuan tersebut membimbing kita kepada fakta yang logis, dimana harus ada satu Pencipta yang menciptakan alam semesta yang luar biasa seperti ini, dan memeliharanya dengan cara-cara yang sedemikian hebat.

Di dalam Islam, agama atau keyakinan tentang Allah harus dicapai dengan logika yang diberikan kepada manusia, sebagaimana firman Allah,
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (ar-Rum: 30)
Pesan serupa terdapat dalam ayat,
“Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (Ibrahim: 10)
Sebagian orang mengklaim bahwa ilmu pengetahuan berpijak pada serangkaian eksperimen, sementara agama bukanlah ilmu pengetahuan karena ia berpijak pada keyakinan. Sesungguhnya itu adalah statemen yang tak benar karena tidak seorang pun sudah menguji atau melihat konstruksi dari atom-atom, materi alam semesta, magnet atau muatan listrik, komponen-komponen dari gelombang elektromagnetik, konsep-konsep fisika kuantum, dan lain-lain. Semua model tidak lebih dari sekedar asumsi-asumsi logis. Semua ilmu fisika kuantum atau mekanika tidak bergantung pada argumentasi-argumentasi yang teruji, melainkan berpijak pada postulat-postulat logis.

Sebagaimana tiga hukum dari empat hukum Thermodynamiks dan Zeroth, dimana hukum kedua dan ketiganya merupakan argumentasi-argumentasi yang tidak teruji. Inti dari termodinamik bergantung pada hukum yang kedua, suatu hukum yang bergantung pada aksioma-aksioma logis atau penalaran logis dan membentuk dasar utama ilmu pengetahuan tersebut. Termodinamik merupakan salah satu ilmu pengetahuan rancang-bangun dasar untuk mengkarakterisasi energi dan mekanisme-mekanisme konversi energi. Salah satu hasil dari hukum yang kedua adalah apa yang disebut “Entropi”. Sifat seperti itu ditemukan melalui penalaran logis dan tidak bisa secara langsung diukur atau dirasakan. Bagaimanapun, ia adalah kunci untuk setiap analisis energi. Tidak seorang pun boleh mengklaim bahwa entropi bukan suatu konsep yang ilmiah.

Dengan alasan yang sama, kita dapat melihat dasar agama. Keyakinan tentang Allah adalah suatu fakta yang dapat ditemukan dengan pemikiran logis. Keyakinan atau fakta tersebut mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan logis bagi mereka yang sudah menemukan alam semesta yang tertib, menemukan evolusi-terkontrol, dan penemuan-penemuan lain. Banyak gejala atau mukjizat-mukjizat yang ditemukan di alam semesta itu tidak menemukan penjelasan yang masuk akal tanpa menyertakan keyakinan yang pasti tentang Allah.

Akhirnya, keimanan terhadap Allah adalah satu-satunya fakta yang menawarkan jawaban logis atas pertanyaan-pertanyaan logis yang diungkapkan al-Al-Qur’an berikut ini:

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?” (at-Thur: 35-37)
Di dalam ayat-ayat ini, Allah memandu kita kepada Hikmah-Nya dengan penalaran logis yang memberi jawaban tentang alam semesta secara ilmiah. Di dalam Islam, Ilmu pengetahuan dan agama itu serasi. Di dalam al-Qur’an Allah meminta kita untuk meneliti hikmah-Nya pada alam semesta. Allah berfirman kepada kita bahwa Kitab Nya al-Qur’an diturunkan dengan hikmah dan ilmu pengetahuan,

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (an-Naml:6)

Maka, penemuan-penemuan dari Para ilmuwan Islam di masa kejayaan Islam hanya berusaha untuk melihat bagaimana alam semesta ini, termasuk semua makhluk, bumi, matahari, bulan dan bintang-bintang itu diciptakan dan berjalan sesuai pengetahuan dan kehendak satu Tuhan. Mereka melakukan penelitian-penelitian mereka sebagai suatu tugas ukhrawi sesuai perintah di dalam al-Qur’an:

“Katakanlah, “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-‘Ankabut: 20)

Maka, Islam adalah suatu agama sederhana yang memotivasi pikiran kita untuk memiliki iman yang logis tentang Allah yang Maha Esa. Tidak ada dogma-dogma ditemukan di dalam Islam. Para ilmuwan Islam meneliti alam semesta, sesuai pesan di dalam ayat, untuk menemukan hikmah dan ilmu pengetahuan guna memperkuat keyakinan mereka yang logis.